Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Living Life

 Dibuka dengan satu pertanyaan, "Masyaa Allah ya Farah, udah mau ala thuul tahun ini. Jadi lanjut dimana far?". Terjadilah percakapan yang akhirnya sama-sama membuka jalan pikiran tentang realisasi sebuah mimpi.

Seringkali, saat bertemu dengan kawan satu ini akan selalu pada satu topik yang sama. Berputar pada satu pembahasan dengan alur yang maju mundur. Lagi-lagi tentang mimpi dan keinginan. Entah kenapa tema ini selalu menarik untuk dibahas. Seperti ada atmosfer yang terbentuk sebab masing-masing diri kita senang membual tentang mimpi akan jadi apa di kemudian hari.

Ia mengungkapkan keresahannya sebagai mahasiswi tingkat akhir tahun ini. Perjalanan License nya akan segera didapatkan beberap bulan yang akan datang. Namun untuk memasuki pintu berikutnya, ia masih dalam fase bimbang dan ragu dengan apa yang ingin dipilihnya.

Aku rasa, perasaan seperti ini akan selalu singgah pada siapapun. Bukan hanya kawanku Farah, tapi juga manusia-manusia calon penyandang toga di luar sana. Dihadapkan pada fakta lapangan gang menuntut untuk segera tampil demi eksistensi diri. Supaya tidak salah langkah katanya.

Saat dikaitkan dengan buah pikiran yang tumbuh dalam diri ini, aku sepakat dengan jalan pikiran kawanku ini. Kita seringkali terjebak dengan ekspektasi besar yang kita punya. Namun saat berusaha untuk merealisasikan, tentu kita butuh banyak tangan yang terlibat. Resikonya, sebab masing-masing otak memiliki jalan pikirannya maka ada ketidak singkronan atas apa yang tadinya ada dalam ekspektasi diri. Inginnya terwujud sesuai harapan, yang ada di tangan justru melahirkan kecewa.



Itulah mengapa Tuhan tidak menciptakan kita seorang diri. Pada prosesnya, kita butuh tangan orang lain yang tidak hanya mau menggenggam namun juga sanggup menopang. Memberi keyakinan bahwa harapan yang dulunya hanya dipendam bisa diwujudkan. 

Jangan sampai menggandeng tangan yang salah. Sebab perjalanan kita tidak hanya berhenti setelah lepas bangku kuliah saja. Ada kehidupan nyata yang pasti kita hadapi. Meski usia  kita tak tahu sampai mana batas kembalinya. Perjalanan ini, baru saja kita mulai.

Dan lagi-lagi, pada ujung percakapan masing-masing dari kita hanya berharap bisa menjadi manfaat bagi sekitar. Berharap bahwa adanya kita di dunia bisa memberi bantuan bagi yang lainnya. Karena tidak peduli setinggi apapun ilmu yang dimiliki  atau sebanyak apapun pengalaman yang kita terima jika tidak ada pengaruhnya bagi manusia lainnya. Semua akan sia-sia. Bukankah tugas kita hanya menghamba dan menjadi yang bermanfaat bagi yg lain?

Jika tujuannya benar dan bertumpu pada sesuatu yang benar pula, pasti akan sampai pada apa yang digariskan. 


Darb el-Badr, Gamaliyah, Darrasah

Ahad, 28 Maret 2021

13.53 clt 

#jadi gimana far? Kapan kita collabs 😂 (again)


Comments

Popular Posts