Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Kakek dan si cucu

 Dua orang kakek berjalan  bersama dengan masing-masing cucu lelakinya. Saling bergandengan tangan sembari tertawa menikmati perbincangan yang seakan hanya dipahami oleh mereka saja. Dunia mereka terlihat timpang, tua dan muda. Besar dan kecil. Tinggi dan rendah. Dunianya pasti berbeda, Sang kakek dengan pengalaman hidupnya selama puluhan tahun, sedang cucunya kutaksir belum genap tujuh tahun. Mereka terlihat lugu dan polos. Tawa dan senyumnya merekah. Anak kecil dengan paras Arab yang tampan, mereka belum memaknai apa itu kehidupan dunia yang sesungguhnya. Entah apa yang mereka bicarakan.



Tilawah quran telah diputar berulang kali di sepanjang jalan down town ramai orang ini. Riuhnya pejalan kaki yang hilir mudik tak mengalahkan suara merdu di setiap ayatnya. Sembari menunggu adzan berkumandang, kedua kakek bersama cucunya tadi memilih merapat, menepi dari kerumunan manusia yang terlihat sibuk. Mengambil tempat untuk menghamba. Dua lembar sajadah lusuh mereka bentangkan. Satu untuk dipakai si kakek berambut putih tipis sebab uban. Satu lembar lainnya digunakan kedua cucu yang cukup untuk menampung badan imut mereka. Setidaknya ada alas untuk bersujud, mungkin begitu kiranya. Satu lagi kakek berjaket warna navy berkepala pelontos menggunakan kursi lipat kecil sebagai tumpuan badannya yang sudah terlihat ringkih.

Mereka adalah sebagian dari manusia yang tahu kemana mereka harus kembali. Tahu kapan waktu yang tepat untuk terus ingat pada Sang Pencipta. Tidak peduli berapa usia mereka, jika mengingat Tuhan maka kapanpun panggilan itu dikumandangkan mereka pasti hadir disana. Merekalah orang-orang yang tidak peduli siapa diri mereka akan tetapi tahu betul konsep darimana mereka berasal.

Dua orang kakek tua dengan dua cucu yang manis. Entah apakah si kecil itu mengerti pesan apa yang disampaikan oleh khatib. Namun mereka mengikuti sang kakek yang khusyu' mengadu. Mengerti bahwa apa-apa yang menjadi bagian dari mereka harus ditanggallkan sebab panggilan Tuhan telah tiba. Mungkin si kakek dalam doanya menyelipkan sebuah doa yang terbaik untuk sisa usia mereka. BIsa jadi, si kecil cucunya tengah menengadah berangan-angan bagaimana proses menjadi dewasa dengan segera.

Padahal sebenarnya, kita semua termasuk aku sedang menunggu giliran


Alfi Bey Cafe, Down Town, Kairo

Jumat, 5 Maret 2021

Comments

Popular Posts