Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Sendiri bersama ruang penuh sekat

 


Aku rasa setiap orang pernah memiliki waktunya sendiri. Maksudku, saat dimana ia hanya menginginkan seorang diri. Entah di malam hari saat semua orang pada tidur lelapnya. Atau selepas menunaikan munajat pada Tuhannya. Berada di ruang sendiri tanpa siapapun, atau bahkan berada di tengah keramaian namun ia memilih untuk menepi. Kapanpun dan dimanapun itu, waktu terbaik tersebut kita yang menentukan.

Dan puncak nya adalah, saat sedang duduk tenang seorang diri. Selesai sholat misal, lazimnya manusia akan berdoa. Menengadahkan tangan meminta pinta agar diberi. Seringkali aku bahkan tak mengucap doa apapun. Bukan karena tak ingin, namun sebab aku merasa keluh dengan lisan ini yang selalu menginginkan ini-itu. Seakan kedua tangan ini tak mampu mengangkat agar telapak tangan tertengadah di bawah langit. Baris kalimat permintaan seperti terlalu panjang untuk diruntutkan. Saat-saat seperti itu, aku lebih memilih untuk diam.

Tanpa berucap apapun, tanpa memikirkan hal apalagi yang harus aku ulangi demi agar terkabul. Menikmati hembusan nafas sendiri yang dengannya membuatku menghela syukur di tiap detiknya. Lantas tersenyum sembari menerawang banyak hal yang sudah kulalui hingga detik itu. Seakan berterima kasih bahwa aku melewatinya dengan baik. Grafik kehidupan yang naik-turun bahkan terjal penuh liku. Memikirkan banyak kejadian yang sudah terjadi sepanjang hidup hingga detik ini.

Bahagia, sedih, susah, senang. Hidup yang penuh kejutan dan misteri yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Memikirkan apa masih ada hari esok, lusa, esok lusa atau bahkan untuk tahun-tahun yang akan datang. Aku tidak bisa memastikan bukan?

Saat terdiam, biasanya otak tanpa perlu aku paksa berpikir akan bekerja sebagaimana mestinya. Meski pikiran cenderung mengantar pada masa lalu. Berkelana pada banyak ruang bersekat yang memisahkan dulu dan kini. Aku bersyukur untuk itu, bahwa hari kemarin telah terlalui meski tidak mudah. Semua yang sudah terjadi, berlalu begitu saja. Tanpa ada keinginan untuk kembali kesana.

Yaa.. sendiri memang perlu. Melepaskan semua hal yang menggelayut berat. Sejenak melupakan mimpi dan harapan. Bukan untuk benar-benar menjadikannya tiada. Justru ingin mengatur jarak, sebab beberapa hal ada yang harus benar-benar diprioritaskan. Sedang lainnya, bukan menjadi urusan. Memberi ruang penuh sekat yang bukan berarti memisahkan satu dengan lainnya. 

Apa yang orang lain lihat, sama sekali tidak menentukan bagaimana aku menjalaninya. Semua pilihan yang diputuskan, atau jalan apapun yang akan kutempuh menjadi bagian yang harus aku lewati. Dengan atau tanpa resiko di dalamnya. Melibatkan orang-orang yang harus aku genggam tangannya. Sebab ada padanya, kutemukan hal-hal yang selama ini menjadi penghalang.

Sendiri yang bukan berarti seorang diri.


10 Ramadhan 1442 H, 22 April 2021

03.34 clt 

#menanti fajar



Comments

Popular Posts