Search This Blog
Sebuah catatan hati yang terserak. Hello.. I'm Wildah Binashrillah. I just commited to serving you to become the best version of your-self and only writing down the thoughts of the moment because every word has its limits. Hanya bisa menulis sebuah tulisan sederhana, bukan penulis yang tahu segalanya.
Coretanku
- Get link
- X
- Other Apps
Cerpen (Crazy Stupid Love)
Seorang pria berambut cepak sedang duduk mematung di sudut ruangan rumah sakit yang tampak lengang. Seakan ia menunggu seseorang, wajahnya lesuh terlihat mengharap sesuatu yang tak kunjung tiba. Namun gurat kepedulian itu nampak jelas tergambar dalam raut ekspresi dirinya. Sedang seorang wanita dengan rambut panjang sebahu menghampirinya. Sedikit memberi sapa dan akhirnya terlibat dalam percakapan yang cukup dalam.
"Hei! Boleh aku duduk di sampingmu?", Maggy, si perempuan itu menyapa ramah. Sedang Krist di sampingnya hanya menunduk perlahan tanda memperbolehkan.
"Kuperhatikan, kau selalu datang kesini hampir setiap harinya. Tidakkah kau bosan? Wajahmu nampak amat lelah, dan ini sudah memasuki tahun ketiga Rhyta berada di rumah sakit ini."
Krist menggeleng pelan, ia nampak tak begitu antusias dengan pertanyaan tersebut. Bukan hanya Maggy, beberapa orang lainnya yang bertugas menjaga Rhyta sudah sering menanyakan hal serupa. Terkadang, ia bosan menjelaskannya.
"Bahkan Rhyta tidak mengerti mengapa kau selalu sabar mengunjunginya Krist.."
"Maggy, bisakah kau menanyakan hal lainnya. Basa-basi mu sudah tak seharusnya lagi kau tanyakan" Krist mulai nampak terusik.
"Okey, baiklah. Aku tidak akan menanyakan hal itu lagi. Namun bisakah kau jelaskan hal lainnya untukku. Setidaknya aku tahu apa yang kau rasakan hingga detik ini. Kumohon! Jika kau tak keberatan.." Maggy nampak takut-takut mengucapkannya.
Krist menarik satu hela napas panjang, kemudian mulai berbicara.
"Maggy, sebagian besar manusia dewasa mengerti kapan perasaan cinta itu datang. Mereka meyakini bahwa cinta itu benar-benar ada. Semua orang yakin betul kan kapan mereka merasakan apa itu jatuh cinta? Namun tidak banyak yang mengerti, alasan apa yang membuat mereka bertahan dengan cinta tersebut" matanya dalam menatap wajah Maggy, seakan ia ingin bahasanya dimengerti oleh lawan bicaranya.
"Aku belum menangkap maksud yang kau bicarakan Krist" Maggy terlihat tidak memahami.
"Kau ingin tahu kan mengapa aku tidak pernah absen datang ke rumah sakit ini. Bahkan saat aku sibuk sekalipun, jika itu untuk Rhyta, aku akan tetap mengunjunginya. Aku melakukannya sebab aku memiliki cinta yang begitu besar untuknya"
"Kau lelaki normal Krist, kau bahkan bisa mendapatkan wanita manapun yang kau inginkan. Membuat wanita lain jatuh cinta kepadamu bukan hal yang sulit, dan kau berhak untuk mendapatkan itu. Apalagi yang kau cari dalam diri Rhyta?" Suara Maggy mulai parau.
Krist hanya menyengir tanda tak setuju.
"Itulah mengapa sebagian besar orang tak mengerti bagaimana mereka bisa bertahan atas cinta yang dimilikinya. Aku mencintai Rhyta bukan sebab apapun yang ia miliki sebelumnya. Aku mencintainya sejak awal, karena cinta yang ada untuk dirinya. Jika aku mencintainya karena hal-hal yang ada pada dirinya, jika itu hilang makan cintaku akan hilang pula. Tapi tidak, cinta itu tidak pernah pudar bahkan hingga detik ini ia tak memiliki apapun dalam hidupnya. Kau mengerti?"
Maggy berkaca-kaca. Ia tidak menyangka seorang teman lelaki di hadapannya begitu hebat. Ia mampu bertahan pada satu wanita yang sama, bahkan disaat ia terbaring lemah tak berdaya. Tak ada apapun dalam diri Rhyta yang bisa dinanti selain kematiannya. Tubuhnya sudah habis digerogoti penyakit yang tak kunjung sembuh. Namun Krist dengan setia tetap menanti dengan pengharapan cinta yang sama, bahkan mungkin menjadi lebih besar di setiap waktunya.
"Aku akan tetap sering mengunjunginya. Membawakan apapun yang ia butuhkan, bahkan meski ia tak mengetahuinya sedikitpun"
"Krist, bolehkah aku bertanya satu hal?" Maggy sedikit ragu memulainya.
"Tentu, tanyakan saja"
"Bagaimana kau tetap bertahan dengan apa yang terjadi, disaat kau juga tak pernah mengungkapkannya pada Rhyta. Aku yakin ia bisa mendengarmu. Tidakkah kau ingin ia mengetahuinya langsung darimu? Ia berhak untuk merasakan bagaiman seorang pria begitu mencintainya"
"Aku memiliki dua alasan yang berbeda. Satu, aku tidak pernah menyatakan dulu saat Rhyta masih sehat karena aku tahu jawabannya. Ia tak akan pernah memilih pria sepertiku dahulu. Dengan segala kesempurnaan yang ia miliki. Dua, aku tak berani menyatakan dengan jelas dihadapannya, meski aku tahu sebenarnya ia masih dapat mendengar. Sebab aku tahu jawabannya, ia pasti akan menyuruhku mundur. Terlebih dengan keadaany yang seperti sekarang. Aku tak ingi membuatnya putus asa. Lagipula, aku tidak ingin pengakuan atas cinta yang aku miliki untum Rhyta, aku hanya ingin ia merasakan bahwa cinta itu benar-benar ada untuknya. Dengan cara apapun yang bisa kulakukan untuknya. Bukankah itu cinta yang sesungguhnya.."
Kali ini Krist yang menangis, pria itu sungguh meneteskan air matanya. Pemandangan yang sangat mengharukan. Maggy hanya mengangguk pelan tanda mengerti semuanya.
"Baiklah, setelah ini aku tidak akan pernah menanyakan apapun tentangmu. Tentang semua hal baik yang tetap kau lakukan untuk Rhyta. Kau berhak bahagia atas cinta yang kau miliki Krist. Semoga kau mendapat kannya suatu saat nanti.."
"Ehmm.. Maggy, bolehkah aku masuk ruangan Rhyta sekarang? Aku menunggu perawat itu keluar sedari tadi. Bubur yang kubawa sudah semakin dingin"
"Tentu, ikut aku! Sepetinya perawat sudha selesai dengan tugasnya"
Maggy mengantar Krist hingga ke depan pintu kamar rawat inap Rhyta. Memastikan bahwa lelaki itu bisa masuk kedalam dan melakukan kegiatan rutinnya. Membawakan makanan untuk pasien tersebut.
"Kau bisa masuk sendirian, aku tunggu di luar sini"
Krist hanya mengangguk dan membuka gagang pintu. Perlahan ia memastikan keadaan seseorang yang tergelatak di atas kasur pasien.
"Aku membawakanmu bubur ayam kesukaan. Seperti biasa, semoga kau suka. Aku tidak akan berlama-lama disini. Istirahat yang cukup dan semoga cepat sembuh"
Krist meletakkan plastik bubur tersebut di atas meja lantas menuangkannya pada sebuah mangkuk berukuran sedang. Rhyta masih beristirahat, mungkin makanan yang ia bawa baru bisa dimakan nanti. Sesaat sebelum ia beranjak meninggalkan, ia berbisik sesuatu. Hal yang rutin ia lakukan sebagaimana biasa.
"Rhyta, aku mencintaimu. Bertahanlah dengan kekuatan yang kau miliki. Tuhan tidak tidur, dalam lelapmu kau masih bisa memohon kepada-Nya. Aku pamit dulu ya, besok aku kesini lagi. Sampai jumpa.."
Suaranya sangat lirih, kosa kata yang sama ia ucapkan tiap kali ia datang membesuk. Lalu ia melangkahkan kakinya keluar ruangan dan pergi meninggalkan Rytha yang tergolek tak berdaya dengan banyak belalai medis yang terpasang.
Pintu tertutup kembali, pria itu sudah keluar menjauh. Dalam tidurnya, sudut mata Rhyta mengeluarkan bulir hangat yang mengalir. Gadis itu benar-benar tau apa yang terjadi. Selama ini ia selalu mendengar ucapan cinta yang tulus tersebut. Kelak, saat ia sanggup berucap, ia akan mengatakan hal yang serupa kepada Krist, lelaki yang tulus mencintanya.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment