Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Cerpen (Ayah, aku telah dewasa)

 "Ting.."

Satu notifikasi pesan masuk. Pesan tersampaikan bergambar wajah diri ayah, mengabarkan bahwa ia sedang duduk berjaga di gubuk ronda warga perumahan. Hanya gambar sederhana, tapi tiba-tiba ada genangan hangat yang menumpuk di pelupuk mata. Aku memperhatikan sosok dalam pesan gambar tersebut. Wajahnya sawo matang berkeriput menampakkan gurat usia yang tak lagi muda. Rambutnya sudah memutih seluruhnya, tak bersisa satu helai hitam sama sekali. Namun senyumnya masih sama, penuh dengan ketulusan yang sejak dulu ada. Tuhan, bolehkah aku pinta agar ia tak dulu menjadi rentah.


Maaf Ayah, aku terlalu sibuk untuk menjadi dewasa. Aku berambisi mengejar cita-cita yang ingin segera kurengkuh. Aku lupa, Ayah semakin menjadi tua. Otakku hanya diisi bagaimana cara agar aku menggenggam dunia. Aku lupa, bahwa setiap jerih payahnya hanya agar aku terus bahagia. Padahal derap langkah yang kuayun ini berdiri di atas kedua tangan yang Ayah punya. Aku tahu ayah tidak memiliki segalanya untukku, tapi segala yang Ayah punya pasti ada untukku.


Maaf Ayah, aku terlalu cengeng saat membahas segala hal tentangmu. Sebab putrimu ini rapuh, tapi pundakmu tidak pernah geser hanya untuk aku. Meski lisanmu tidak penuh dengan kata-kata sayang, tapi bahasa cintamu nyata dalam perbuatan. Doakan aku ya Ayah, agar aku kuat dan tidak gampang lebur dalam riak dunia yang tak berkesudahan.


Riani datang mengangetkan lamunanku tenang Ayah.

"Qis, ayo! Klien kita sudah datang, jangan sampai buat mereka menunggu kita"

Aku buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas ransel biru kesayangan. Memindahkan pesan gambar diri Ayah ke dalam pikiranku agar aku tetap bersemangat.




Comments

Popular Posts