Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Budaya Salim

Pola pikir boleh modern, tapi akhlak harus tetap salafi.



Adalah sebuah pernyataan yang cukup mengagetkan sebetulnya. Membuat harus kembali berpikir berlipat kali untuk merenungkan maknanya. Hingga penjelasan berikutnya menyadarkan akan pentingnya sebuah tata krama dan sikap.

Bermula dari sebuah pertemuan hangat antara ibu dengan anaknya. Ritual cium tangan atau yang lebih akrab didengar dengan istilah 'salim' bukan lagi sekedar budaya. Melainkan sudah menjadi bagian dari tata krama dalam sebuah bentuk penghormatan dari yang lebih mudah kepada yang dituakan.

Selama ini kita hanya terbiasa dengan meraih tangan yang lebih tua atau yang lebih dihormati. Seperti kedua orang tua, kakak, saudara-saudara, guru, juga beberapa lainnya yang memang patut disalimi. Dan sebagaimana adat Indonesia umumnya, cara yang lazim adalah dengan meraih tangan serta menciumnya dengan penuh takzim.

Tapi mungkin karena bergesernya zaman, semakin hari terkadang beberapa hal seperti ini sudah mulai terkikis. Sering kali yang sering kita jumpai saat ini, seorang anak hanya menyalimi ibu bapaknya sebelum berangkat sekolah saja. Itupun dengan cara yang tak lagi sama seperti yang diajarkan abah mbah kita terdahulu. Jika dulu seorang anak akan benar-benar menunduk dan meraih tangan lalu menciumnya dengan cara bolak-balik. Kini tak jarang apa yang dilakukan sang anak hanya menarik tangan ibunya lalu menempelkannya di dahi atau rambutnya. Etika kesopanan yang mulai tergerus oleh zaman lah satu faktor diantaranya.

Meski pemandangan demikian tak berlaku untuk semua anak muda saat ini. Beberapa bahkan masih sangat menjaga budaya saliman ini begitu kentalnya. Maka maklumlah jika santri salaf disebut memiliki tata krama yang kuat, salah satunya akhlak 'saliman' ini. Bukan berarti anak modern tak berakhlak, ini hanya sebuah perumpamaan saja agar pola sikap dan tara krama yang sudah diajarkan nenek-nenek kita terdahulu tetap terjaga dengan baik. Sehingga tata krama yang baik ini mendarah daging dalam setiap individunya.

Maka tak jarang, baik ibu maupun beberapa orang tua yang sangat kita hormati seringkali berpesan agar terus menjaga akhlak yang baik ini. Dimulai dari hal kecil seperti bersikap sopan dan hormat pada yang lebih tua. Salah satunya dengan membiasakan mencium tangan bapak ibu atau yang lebih tua dengan penuh takzim dan halus. Akan baik puka jika hal ini diterapkan secara kontinual tanpa henti. Sehingga menjadi sebuah contoh nyata pada adik-adik kita yang hidup pada zaman yang (katanya) semakin modern ini. Hal yang tak boleh dilupakan khusunya untuk semua para calon ibu. Ajarkan mereka dengan akhlak terpuji dan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.



Tanah air, 20 juli 2019
21.53 wib

Comments

Popular Posts