Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Dua Sayap MIlik Rania

CERPEN- Dua Sayap Milik Rania

    Aku memperhatikannya lagi, dua bola matanya berkaca-kaca. Penuh dengan air mata yang hampir jatuh ke pipi bersihnya. Sepertinya ia sedang menahan agar bulir-bulirnya tidak jatuh. Meski mata merahnya tidak dapat berbohong. Aku membatin dalam hati, pasti perempuan ini  memiliki hati yang sangat lembut.

   Kali ini aku berani mendekat. Sudah hampir sepuluh tahun aku berteman dengannya. Sepertinya tidak menjadi sebuah kesalahan jika aku mengajukan pertanyaan ini. Aku sudah terlalu penasaran dengan jawaban darinya.

"Rania, boleh aku bertanya?"

"Sure, why not?"

"Aku sering melihatmu menangis tanpa sebab. Boleh aku tahu kenapa?"

"Segitunya kau memperhatikanku?" Rania tertawa kecil. Sudah kuduga, perempuan mana yang mau menjawab pertanyaan. Alih-alih dijawab, justru ia bertanya balik. Meninggalkan pertanyaanku dengan wajah yang masih kebingungan.

    Rania menghela nafas pelan, ia berusaha mengembalikan ekpresi cerianya lagi. Air matanya sudah tidak lagi terlihat. Berganti dengan wajah cerianya seperti semula. Kemudian ia berganti memasang wajah yang sama sekali tidak bisa kutebak. Sepertinya ia akan berbicara panjang lebar. Dua pasang telingaku sudah siap mendengar. Aku bahkan mengulangi pertanyaan yang sama, sekedar memastikan ia mau menjawabnya.

"Jadi, kenapa Ran?"

"Tidak ada jawaban yang spesifik. Aku hanya tidak bisa melihat seseorang, siapapun itu. Baik yang kukenal atau bahkan seseorang yang baru saja kutemui berada dalam kesulitan. Aku sering berpikir bahwa dunia sangat tidak adil. Meski pada akhirnya kini aku mengerti, bahwa rumus kehidupan dunia memiliki pasangannya masing-masing"

"Rania, aku bertanya untuk mendapatkan jawaban. Bukan untuk membuatku berpikir lebih sulit lagi. Tidak bisakah kau memberi satu pernyataan atas pertanyaanku barusan?!"

"Aku sudah menjawabnya untukmu. Kalimat mana yang tidak kau mengerti?"

"Semuanya. Aku masih tidak menangkap maksud penjelasanmu itu"

"Oke. jadi kamu memberiku pertanyaan kenapa aku sering menangis tanpa alasan. Sebenarnya itu bukan tanpa sebab. Kaupun pasti juga mengerti bahwa tidak semua orang dilahirkan secara beruntung. Mungkin aku menjadi salah satunya. aku terlahir sempurna tanpa cacat, tumbuh dan dibesarkan oleh orang tua yang harmonis dan berada dalam lingkungan keluarga yang seluruhnya mendukung. Tapi semakin dewasa, jutsru aku semakin melihat dunia yang semakin luas. Ada banyak manusia di luar sana yang terlahir tidak sepertiku. Aku menangis, karena aku berterima kasih kepada Tuhanku. Tanpa adanya orang-orang seperti itu diluar sana, aku tidak akan mengerti bahwa aku menjadi orang yang seberuntung ini. Karena, tidaka akan disebut kaya saat tidak ada orang yang kurang mampu kan?"

Aku mengangguk perlahan menyimak penjelasannya. Kini aku mengerti mengapa perempuan yang bernama Rania ini patut untuk dicintai. Tapi aku masih ingin ia menjawab satu lagi pertanyaan dariku.

"Rania, penjelasanmu membuatku mengerti. Tapi bisakah kini kau memberiku satu kejelasan lagi bagaimana caranya membuat seseorang sepertimu segera memiliki pasangan seperti yang kau katakan tadi bahwa rumus kehidupan memiliki pasangannya masing-masing?"

Hening, hanya kibasan angin dari beberapa rinai gerimis yang kini terdengar jelas.

"Apakah aku masih memerlukan sayap saat tadinya dua sayap milikku telah patah dan rapuh seutuhnya?" Kini ia berbalik dan menjauhiku ke arah yang  berbeda.

    Aku membiarkan Rania pergi dan menjauh. Kini semuanya jelas, aku mengerti maksudnya apa. Sepuluh tahun yang berharga kuhasibkan waktu berteman dengannya. Mungkin sudah saatnya aku benar-benar menghilang dari hidupnya. Mungkin dia tidak lagi menginginkan dua sayap. Sebab ia bisa tetap terbang dengan satu sayap yang tersisa miliknya. Aku tidak mungkin menahannya lagi kali ini. Terima kasih Rania.


-THE END-



Comments

Popular Posts