Search This Blog
Sebuah catatan hati yang terserak. Hello.. I'm Wildah Binashrillah. I just commited to serving you to become the best version of your-self and only writing down the thoughts of the moment because every word has its limits. Hanya bisa menulis sebuah tulisan sederhana, bukan penulis yang tahu segalanya.
Coretanku
- Get link
- X
- Other Apps
Manusia beruntung pilihan-Nya
Alih-alih ingin menghabiskan sisa sekotak susu Juhayna yang sudah aku beli hampir seminggu yang lalu, aku justru menghabiskan waktu malam dengan begadang. Sebab aku mencampurkan sesendok teh kopi Nescafe classic dalam secangkir susu tersebut. Itu adalah siasat terakhir yang bisa aku lakukan demi menghabiskan susu full cream yang rasanya hambar. Kalau bukan iming-iming susu putih segar itu menyehatkan, sepertinya tak setetespun akan aku teguk. Upaya lain agar tak menjadi manusia berpredikat tukang buang-buang makanan sisa pula. Jadi kuteguk bersih tak bersisa semua racikan kopi susu ala-ala malam ini. Tak berpikir bahwa sebab inilah mataku dipaksa melek semalaman.
Tunggu, satu paragraf diatas bukan narasi cerpen. Aku sedang ingin menuangkan beberapa baris kata yang terlintas cepat di dalam otakku sekarang. Meski ritme keseimbangan berpikir dalam otakku sudah mengendur karena fisik sebetulnya lelah, namun mata tak kunjung terpejam.
Sudah kucoba kuakali dengan memutar murattal paling merdu oleh Sheikh Saad Al Ghamdi namun tak juga membuatku menguap. Berbaring sembari komat-komit berucap doa dan harapan juga tak berhasil barang sepersenpun. Akhirnya kupaksa pula membuka file PDF kumpulan soal-soal ujian termin 1 tingkat 3 untuk kuulas dengan menuliskannya ulang di atas lembaran kertas. Mendekati pertengahan soal maddah terakhir, mataku sudah panas. Cukup, otakku tidak mampu lagi jika harus berpura-pura fokus dengan materi berat kuliah. Aku diam, lantas menatap layar laptop yang masih memutar audio murattal, sedang visual siaran Live Mekkah juga masih berjalan.
Mataku masih terasa sembab dengan hidung yang memerah. Bukan, bukan karena aku sakit atau apa. Beberapa saat sebelum akhirnya aku menyadari aku akan begadang, aku memutar sebuah video YouTube. Mendapatkan rekomendasi di beranda sebuah berita tentang seorang ayah yang di gugat 3 milyar oleh anak kandungnya sendiri. Oh Tuhan, anak macam apa yang tega berbuat seperti itu. Hati dan otakku tidak akan pernah bisa menampung berita macam itu. Aku sesenggukan sejadi-jadinya meski harus aku tutupi agar tak terdengar oleh teman kamarku di balik selimut.
Aku tidak tahu apakah tulisan berikut ini sebuah upaya pencitraan kualitas menulisku. Tapi percayalah, hatiku menggerakkan tangan ini untuk menuangkannya dalam lembar platform ini. Sebuah nikmat luar biasa besar, yang jika aku terus mengingatnya tak akan pernh berhenti mengucap puji syukur pada-Nya. Dari sekian banyaknya kucuran nikmat, satu hal inilah yang paling deras menetes hingga jauh ke dalam jiwa ini. Nikmat bertamu ke tanah suci Baitullah.
Tepat seminggu yang lalu, seorang kawanku melambai tanda ia harus kembali pulang dan berpamitan dari Bumi KInanah. Waktunya telah usai untuk menuntut ilmu disini, ada ladang lainnya yang harus ia kerjakan. AKu memang tak terlalu dekat dengannya, namun aku percaya bahwa satu diantara sekian kriteria sahabat sejati itu ada padanya. Ia adalah kawan yang memebersamai perjalanan ke Tanah Suci, maka ia termasuk satu diantara teman yang akan menjadi sejati dan patut terabadikan dalam perjalanan kehidupan. Kak Rahayu, jika kau membaca tulisan ini, itu artinya aku merindukanmu kak. Percayalah!
Akan selalu ingat bagaimana mata ini akhirnya basah, seakan tak percaya bahwa sebuah bangunan kubus bertudung kiswah benar berada di ujung pelupuk mata. Bahkan masih ingat betul bagaimana wangi kiswahnya yang persis di ujung hidungku saat itu. Meneguk air zam-zam dari sumbernya pertama kali. Berputar mengeliling Kabah di bawah naungan ketiak manusia dari ras lain yang tingginya menjulang. Atau saat aku merasa bahawa nyawa berada naik ke kerongkongan sebab desakan lautan manusia yang berebut mencium Hajar Aswad. Teringat juga saat dimana aku sendiri duduk di atas kursi lipat khusus jamaah . Memandang Kabah dari lantai teratas beratapkan langit pekat bertabur bintang, sedang aku menyaksikan bagaimana semua manusia itu beribadah di rumah-Nya itu. Aku bahkan ingat bagaimana aku berjalan di setiap sudut letak tanah suci, aku mengurai doa-doa yang kutaburkan. Tuhan, aku ingin kembali kesana.Ada daftar orang-orang yang amat kucintai ingin kubersama mereka ke tempat suci ini. ada jemari yang ingin kugenggam demi membersamai langkah beribadah di tempat yang sama. Kenikmatan yang hanya bisa di dapat selagi di dunia.
Belum lagi kota Madinah yang penuh dengan cahaya. Aku kehabisan kata dari perbendaharaan kosakata puitis yang kumiliki. Tak satupun baris indah yang dapat mensifati betapa damainya kota ini. Decak kagumku tak pernah berhenti berucap selama dua kaki mungilku masih berada disana. Maka potongan ayat dalam surah Ar-Rahman "Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?" sekaan terukir di dalam hati manusia yang beriman. Semoga aku pun termasuk diantaranya.
Lihatlah sekarang, bagaimana manusia-manusia beruntung pilihan-Nya berada disana. Beribadah tanpa merasa terusik oleh lautan manusia sebagaimana umumnya. Asyik mengadu pada Tuhannya tanpa perlu merasa didengar oleh mahkluk lainnya. Menyelesaikan semua langkah ibadah begitu mudahnya. Apa amalan hebat yang mereka miliki hingga Allah sendiri yang memilihkan mereka berada dalam lingkar nikmat yang luar biasa tak terhingga tersebut.
Aib-aibku begitu banyak, namun Allah jaga dengan tersimpan rapat dari pandangan mata manusia. Namun lagi, nikmat-Nya masih bertebarang di sembarang tempat bahkan kewahalan aku menimpanya. Kata apa lagi selain syukur yang lebih pantas aku ulur??
Midnight, Ahad 24 Januari 2021
Darrasah, Kairo
03.16 clt
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment