Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

(Tidak) Menua



Hari ini sudah tiba di awal hari, aku jarang melelapkan diri selarut ini. Aku selalu memaksakan dua bola mata segera terpejam sebelum hari berganti. Beberapa saat ini, mungkin aku tampak berkutat dengan banyak kegiatan. Terkadang aku terlalu merasa senang dengan duniaku. Tak jarang, bahkan aku merasa lupa tentang siapa aku. Bukan aku melupakan aku, maksudku aku hampir melupakan kepada siapa dulu aku dibesarkan. Aku menyadari, di setiap waktunya aku selalu bertumbuh. Aku mendewasa seiring dengan usia yang semakin menyentuh banyak angka. Aku semakin merasa disibukkan dengan duniaku, dengan urusan-urusanku, dengan banyak hal yang menyita banyak waktuku. Sebetulnya, aku tak pernah absen menanyakan kabar keluarga nun jauh disana. Namun satu hal, terkadang aku tak memperhatikan bahwa..
Ayahku pun semakin menua
Ada pada satu momen dimana aku menghitung usia yang Ayah miliki.

Benar, Ayahku tak lagi muda

Rentang usia yang terpaut sangat jauh antara Ayah dan Ibuku sangat berbeda. Aku yang begitu dekat dengan Ibu, seakan tak berjarak layaknya Ibu adalah ibu sekaligus kakak bagiku. Bukan aku merasa bahwa Ayah tak seasyik ibu, bukan. Namun kini aku semakin tersadar, pada usianya saat ini yang ia inginkan hanya kebahagiaan anak-anaknya.
Ah, Ayah. Rambutmu bukan lagi hanya beruban. Rambutmu memutih sepenuhnya. Gurat wajah yang kian terpampang jelas. Bahkan tawamu yang yang renyah, meski akhirnya aku tahu sekarang bahwa gigi tersebut hanyalah gigi palsu yang kau pasang. Hanya sekedar meyakinkan orang-orang sekitar mu bahwa dirimu masih sekuat yang dulu.
Satu harapanku kembali muncul, aku ingin Ayah tetap menemani sepanjang hidupku. Tidakkah kau masih ingin menjenguk putri kecilmu disini? Tidakkah kau berkata akan kembali menemuiku di Bumi perantauan ku kini? Hari itu kau berjanji padaku, asalkan aku juga berjanji akan memberi kabar bahagia tentang kesuksesanku di tanah rantau ini.
Aku ingin  Ayah menunggu sedikit lebih bersabar lagi hingga waktuku tiba. Aku tahu sebetulnya Ayah sama sekali tak menuntut banyak hal dariku. Namun aku sedang belajar untuk sadar akan diri ini.
Maaf ya Ayah, aku terlalu sering merepotkanmu.
Selalu banyak meminta ini dan itu.
Terkadang datang padamu hanya pada kemauanku. Dan untuk itu Ayah selalu menungguku.
Aku tidak pernah melupakanmu, meski jika nanti pada akhirnya jika datang orang lain mengambilku dari sisimu. Atau mungkin, jika Tuhan yang lebih dulu memanggilku pada saatnya.
Entahlah, aku tidak tahu..
Ayah meski aku yang semakin mendewasa dan kau yang semakin menua
Aku, tetap bayi kecil dimatamu..



Darb el-Rashas, Senin 3 Februari 2020
01.17 clt
#ceritanya lagi kangen

Comments

Popular Posts