Setelah seharian berkutat dengan rutinitas di luar rumah, terkadang rasa lelah datang tanpa permisi. Berpindah dari satu agenda menuju aktifitas wajib lainnya. Setelah melompat-lompat dari satu distrik menuju distrik lainnya akhirnya aku bisa kembali ke singgasana flat kecilku di ujung gang sebuah perkampungan agak kumuh. Namun selalu ada rasa bahagia tiap kali aku kembali setelah hampir setengah hari berada di luar. Memang, tempat tinggal selalu menjadi tempat kembali yang tepat untuk diri yang lelah. Prinsip hidup selalu sederhana, kata pulang adalah kata yang sangat dirindukan. Maka kapanpun takdir hendak mengajak kembali, seharusnya aku menyambut dengan senang kepulangan menuju rumah yang sebenarnya-benarnya tempat kembali.
Di tengah jalan sebelum gang pengkolan dekat flat, aku bertemu dengan kakak seniorku. Aku lebih akrab menyapanya dengan panggilan 'Mbak Ida'. Antara aku dengan mbak Ida masih terhubung tali saudara yang cukup terbentang sebetulnya, namun karena jarak negeri perantauan yang teramat jauh seakan membuatku memiliki keluarga dekat yang benar membuatku merasa aku sedang memiliki kakak disini. Begitulah terkadang Mesir sesederhana itu membuat seseorang menjadi bagian dalam hidup. Lalu aku berbincang tipis dengannya, membicarakan perihal kepulangan beliau menuju bumi Pertiwi dan meninggakan Mesir juga Sungai Nilnya. Antara sedih dan bahagia pastinya.
Aku hanya tersenyum jail disaat teringat, bagaimana aku mengenal sosoknya pertama kali semenjak aku masih duduk di bangku 3intensive KMI. Budheku mengabarkan bahwa anaknya sedang menimba ilmu di Kairo. Lalu menunjukkan beberapa gambar tentangnya yang tampak sangat bahagia dengan pyramida sebagai latar tempatnya mengambil gambar. Kala itu aku yang tak terlalu antusias dengan Mesir hanya tersenyum tipis dan mengatakan 'oh iya, seneng ya mbaknya bisa di luar negeri'. Hanya itu saja. Lalu pertemuan pertama kalinya saat aku masih Maba, yang katanya cupu (FYI, aku masih cupu sampai detik ini). Dan seperti biasa, modus anak baru yang membutuhkan kerneh kakak senior untuk bisa pergi ke pyramid setengah harga. Aku yang saat itu tak pernah merasa pusing mencari kenalan, sangat bisa mengandalkan Mbak Idah yang selalu dengan senang hati meminjamkan. Hihi,, maafkan aku Mbak Ida, yang meski tiap kali mengembalikan kernah hanya bisa membawakanmu sekantong jeruk seharga lima pond saja. Beginilah realitanya.
Sempat aku berfikir kembali, dan lagi-lagi semua ini perihal waktu. Aku yang saat itu dua setengah tahun yang lalu menjadi Maba, dan kini sudah separuh perjalanan aku tapaki. Sudah jadi apa diriku? Entahlah, aku masih tak jauh berbeda dengan yang dulu. Kurasa semua ini memang tentang masa yang akan selalu bergulir. Bagaimanapun diriku, waktu akan selalu membersamai. Tentang bagaimana diriku saat ini, adalah perwujudan dari harapanku di kala itu. Dan kuharap selalu, bahwa masa yang kuinginkan suatu saat akan tiba. Dan itu pasti. Masa yang kuinginkan hari ini, esok hari akan terjadi. Pastinya dengan izin Yang Maha Esa.
Atas semua hal, terima kasih Mbak Ida. Kamu berhasil melewati semua ujian Bumi Kinanah. Tiba saatnya pulang dan mengabdi. Membawa semua pengalaman hidup yang luar biasa di negeri ini. Penantian juga rasa sabar yang tak berbatas dari orang-orang yang mengharapkan kehadiranmu adalah hal hebat dalam perjalanan ini. Pun doakan aku yang masih menempuh banyak hal lainnya. Masih banyak hal yang bahkan belum aku ketahui sedikitpun disini. Bagiku, yang kurasa juga bagi orang lain disini. Pencarian selama di Mesir tak cukup tentang ilmu, namun juga pelajaran kehidupan yang selalu memberi arti hebat dalam prosesnya. Sekali lagi, selamat mengabdi di bumi Pertiwi.
Darb el-Rashas, Senin 10 Februari 2020
22.57 clt
#nggakbolehsakit
#haruskuat
#nggakbolehlemah
Comments
Post a Comment