Karena aku rasa harus segera merampungkan tulisan tentang pendakian malam ini. Untuk kedua kalinya aku berhasil menaklukkan gunung berbatu yang berada di dua negara yang berbeda. Aku bukan seorang traveller yang hobi menanjak dengan jalur ekstrem dan mengundang adrenalin berpacu. Hanua saja kebetulan kesempatan yang sedang singgah.
Jika pendakian pertama berhasil tiba pada puncaknya tepat saat sunrise muncul ke permukaan. Maka pendakian gunung kali ini dimulai setelah waktu isya berlalu. Aku tidak sendiri tentunya, bersama 4 kawan perempuanku kami berencana memulai penanjakan pukul 5 sore. Agar bisa mendapatkan momen matahari tenggelam dari atas puncak gunung. Namun beberapa hal tidak memungkinkan, membuat kami semua masih harus berlama-lama menunggu hingga waktu isya menjelang. Mendung dan sedikit rinai hujan mengiringi perjalan menuju kawasan pendakian. Karena kami hanya kawanan lima perempuan yang juga tak tahu arah, maka kami mengajak Bapak Usman selaku pemilik salah satu Travel Jamaah Indonesia juga seorang muqimin setempat untuk memimpin rombongan kecil kami menuju puncak Gua Hira. Perjalanan dari tempat kami menginap menuju jalur pendakian hanya memakan waktu tak kurang dari dua puluh menit. Membelah kota Mekkah yang kaya akan sejarah kenabian membuat kami semua tak henti bertasbih dan bertahmid hingga sampai tujuan.
Jika tahun sebelumnya, aku mendaki Gunung Sinai, tempat Nabi Musa mengasingkan diri dari kaumnya untuk menerima wahyu yang dikenal dengan Ten Commandement, maka pendakian kali ini aku dan yang lainnya akan menelurusi sebuah sejarah Nabi terakhir ummat manusia menerima wahyu yang pertama kalinya. Napak tilas sebuah sejarah yang benar-benar ada pada masanya memang selalu menimbulkan rasa cinta yang bertambah kuat.
Jalur menanjak sudah mulai terasa di saat mobil yang kami tumpangi masuk ke area lembah Jabal Nur. Mobil berhenti persis di bibir gunung, dan pendakian dimulai. Para sopir mobil disana memiliki skill menyetir yang harus diacungi sejuta jempol. Mereka begitu lihai meliukkan setir mobil untuk mengemudi juga memarkir mobil mereka dalam posisi mobil yang miring karena jalanan sangat terjal dan curam. Jangan dibayangkan bahwa gunung yang akan kami daki sebagaimana gunung yang kita ketahui di Indonesia. Tak jauh berbeda dengan Sinai, Jabal Nur ini jenis gunung berbatu yang tak ditumbuhi pepohonan satu pun. Dengan jalur pendakian yang sangat curam hingga puncak. Bedanya dengan Sinai, sepanjang jalur menuju Gua Hira akan selalu ada anak tangga yang menemani perjalanan. Bedanya lagi, untuk menaiki Gunung ini, tak perlu ada guide resmi dari penduduk setempat. Ibaratnya, mau satu orangpun asalkan dia mau maka ia bisa mendaki seorang diri.
Sebetulnya agar bisa sampai puncak hanya membutuhkan waktu 45 menit. Namun dikarenakan keterbatasan tenaga, ditambah lagi waktu untuk mengabadikan moment cantik sepanjang perjalanan. Menjadikan waktu tempuh yang lebih lama bagi kami. Hanya berjarak tak sampai 50 meter kami selalu berhenti dan duduk sekedar mengatur nafas dan meneguk air. Satu hal lain, dalam pendakian kali ini aku tak menyiapkan hal khusus apapun. Hanya berbekal setengah botol sedang air mineral dan tanpa sepatu sebagai alas kaki. Cukup sandal yang biasa aku gunakan ke Masjid, juga tak ada jaket tebal yang menghangatkan. Padahal untuk perjalanan petang menuju dini hari, ada banyak terpaan angin yang cukup kencang dan dingin menyapa. Tapi tak masalah, nyatanya aku cukup kuat hingga akhir pendakian selesai.
Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti cukup lama. Selain untuk berisitirahat, muqimin yang membersamai kami juga menceritakan sejarah singkat Rasulullah saat uzlah dari manusia untuk bersiap menerima wahyu. Dijelaskan dalam kitab 'Al-Itsqon fii Ulumil Quran' karangan Jalaluddin Suyuti ada beberapa versi wahyu pertama yang diturunkan di Gua Hira. Ada yang mengatakan Surat Al-Alaq, Surat Al-Fatihah juga surat Al-Ikhlas. Pada masa itu pula keadaan Nabi Muhammad saat menerima wahyu dalam keadaan luar biasa takutnya hingga kembali ke rumah meminta Khadijah ra. untuk menyelimuti dirinya. Dan hebatnya Ibunda Khadijah dengan tutur katanya yang lembut dapat menenangkan beliau seketika.
Sebuah kisah yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, bahwa Rasulullah benar-benar berada di tempat tersebut. Zaman dahulu tak ada jalur bertangga dan tanpa pemandangan cantik kota Mekkah yang berhias kelip lampu bangunan tinggi. Hinnga puncak sebelum lokasi Gua Hira berada, kami diharuskan melewati lorong sempit berbatu dan gelap. Tak ada pencahayaan listrik disana selain cahaya dari layar-layar gadget tipis. Bisa dibayangkan bagaimana pada masa itu Beliau seorang diri beruzlah dan menerima wahyu dalam keadaan gulita. Berada di lokasi Gua Hira, dengan ukuran yang hanya setinggi orang dewasa rata-rata dan terasa sempit, maka seluruh pengunjung yang datang diharuskan mengantri jika ingin memasuki Gua tersebut. Selama di dalam Gua Hira, seluruhnya tidak diperkenankan berbuat hal syirik.
Selesai melihat lokasi sejarah awal mula turunnya wahyu, saatnya kembali turun. Kami sempat beritirahat sebentar di puncak teratas Jabal Nur. Dengan view kota di malam hari, setiap sisi yang nampak berkelip terlihat sangat cantik. Pada sisi lain, sepanjang jalan menuju puncak ada banyak orang bangsa Bangladesh dan sekitarnya sembari membangun tangga-tangga kecil serta meminta belas harap para jamaah yang datang. Hampir sebagian besar dari mereka bahkan dapat berbahasa Indonesia yang cukup lancar. Di akhir pos sebelum naik kendaraan, bapak penjaga toko membagikan minuman gratis kepada para pengunjung. Inilah satu perbedaan yang mencolok yang bisa kurasakan dengan negeri Mesir sana. Jika penjual disana justru menaikkan harga barang, disini justru dibagikan percuma dengan ucapan Halal yang mereka berikan.
Perjalanan mendaki kami akhiri tepat pukul 11 malam. Saatnya kembali pulang dan beristirahat untuk meneruskan perjalanan esok hari di tempat sejarah lainnya. Semoga pendakian ini menjadi saat yang tepat untuk bertadabbur dan memahami sejarah Rasulullah tepat di lokasi yang dulu bermula.
BTS :
Nak, ibu pernah mendaki Jabal Nur di usia 22 tahun. Nanti ibu ceritakan sejarah detailnya ya.. oh iya, disini nggak ada pasangan tidak resmi saling bantu untuk naik, nak! (eh😂) semuanya berjuang di atas usaha sendiri.. karena ibupun mendaki sendirian tanpa gandengan nak!
(kasih embel-embel tulisan kayak gini biar kayak orang-orang gitu 😁)
#canda
Galeri Jabal Nur dan Gua Hira :
Thanks for share, kunjungi juga http://bit.ly/2RzHChJ
ReplyDelete