Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

PRE-RECAP 2022 : MY NOVEMBER IS 'ALA THUUL STORY'

    


It was too late to write this segment but I'm still trying to complete it all cause this year is one month left. Let me tell you guys how my journey in Cairo was end. After living for about more than 5 years, there was a time when finally had happened. A time where at beginning I thought it would be an extremely super long journey to do. But in the end, I did it and got my license (Alhamdulillah). I just never imagined before that leaving Egypt would be that hard. Back then, in my half way I tried to end my struggle. In that moment in time, it could be unwell, exausted, worried, confuse, recently lost my spirit also struggling with my faith. But my graduation ruined all these things. And here I am now, finally landing in Indonesia.

    Singkatnya, setelah moment haru berpelukan dan bersalaman. Hingga berpamitan dengan teman-teman yang ada saat itu. Satu hal yang aku syukuri, ternyata aku memiliki banyak kawan yang sangat suportif dan   memberi banyak-banyak kasih sayang yang luar biasa untukku. Langkah terakhir yang aku injak di Bumi Kinanah berakhir di Bandar Udara Kairo. Sedetik setelah pesawat terbang lepas landas, detik itu juga aku pergi untuk kembali ke Tanah Air dengan membawa seluruh kenangan yang bisa aku peluk erat. Kairo dan kenangannya tertinggal jauh dibawah.

     Aku tidak sendiri, ada beberapa rombongan mahasiswa Indonesia lainnya yang juga memutuskan pulang dengan jadwal penerbangan yang sama persis denganku. Tadinya aku berpikir untuk tidak bergabung dengan satupun dari mereka, namun karena salah seorang temanku menyarankan agar aku tidak berpisah dengan salah satu rombongan, setidaknya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di tengah perjalanan akan ada orang lain yang membantuku. Dan benar saja, something was happened.

    Fisikku mulai mengisyaratkan satu pertanda yang kurang mengenakkan, itu dimulai sesaat setelah aku melakukan check in bagasi dan melewati barisan imigrasi. Kepalaku sudah mulai terasa sedikit berat, penglihatanku sedikit kabur. Sembari menunggu waktu boarding, aku pergi ke toilet untuk membasuh muka, kupikir dengan hal itu akan menghilangkan rasa lelah karena proses perpulangan menyita banyak waktu istirahatku. Beberapa menit berlalu, sepertinya aku benar kelelalahan. aku putuskan untuk beristirahat dengan memejamkan mata sembari menunggu waktu boarding.

    Time flies saatnya antri ke dalam barisan untuk masuk pesawat. Aku masih berusaha menyeimbangkan tubuhku agar tetap stabil hingga benar-benar duduk diatas kursi dan beristirahat.Berusaha untuk memejamkan mata dan berharap aku bisa terlelap dalam tidur, tapi aku salah. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku merasa pesawat adalah salah satu tempat terburuk yang pernah aku duduki. Tubuhku menggigil kedingin akibat suhu ruangan di dalam kabin pesawat yang cukup rendah, badanku panas karena demam. Sekuat tenaga aku menahan diri agar tidak mengeluarkan suara batuk-batuk, karena jika aku melakukan itu hal yang ditakutkan adalah seorang pramugari akan menyadari keadaanku yang tidak baik-baik saja dan memintaku untuk tidak ikut dalam penerbangan.

       Sampai akhirnya saat pesawat sudah lepas landas dan berada di ketinggian tertentu, rasa sakit itu semakin tidak tertahankan. Aku tidak lagi mampu menahan rasa gatal dan sakitnya tenggorokanku. Salah seorang penumpang berpawakan khas Ibu Mesir memberiku beberapa lembar tissue dan menyarankanku meminta ramuan berupa teh pekat yang dicampur perasan lemon. Aku sedikit terharu dengan kepeduliannya, atau mungkin ibu itu juga agak parno kalau-kalau aku terjangkit Covid (Astaghfirullah, suudzon🙏🏻).

     Tiga jam berlalu, waktu yang terasa lambat sekali untuk sebuah perjalanan udara. Saatnya transit di Bandara International Hamad, Doha Qatar. Beberapa rencanaku untuk mengambik beberapa video dan gambar instagramable tidak sepenuhnya bisa terealisasi. Karena fakta lapangan membuatku harus bersabar dengan kondisi fisik yang semakin melemah. Saat menahan rasa sakit dan tidak nyaman aku sempar berpikir hal paling buruk akan terjadi. 'Bagaimana jika umurku selesai di hari ini? Bagaimana jika kesempatan pulang dan bertemu keluarga tidak bisa sama sekali aku dapatkan?'. Terdengar berlebihan, tapi sebegitu besar rasa takut diiringi dengan perasaan tidak nyaman itu hadir.

    Namun syukurlah, beberapa menit sebelum waktu boarding tiba aku memaksakan diriku mengambil gambar diri agar masih tersusa sedikit kenangan yang aku punya di sebuah negara yang menjadi tuan rumah ajang Piala Dunia Fifa tahun ini. And this is the result 😁😁

(My friend helped me to take this picture while my face was so pale actually )

    Bergerak menuju pesawat selanjutnya yang akan membawa ratusan penumpangnya menuju Jakarta. Memakan waktu lebih dari delapan jam diatas awan membuatku semakin tersiksa, dengan keadaan yang tidak begitu baik. Aku berusaha memejamkan mata dan membuat diriku terlelap. Setelah beberapa menit, usahaku berhasil. Akhirnya aku berhasil membuat diri ini terlelap, beristirahat sejenak. Meski beberapa kesempatan aku harus terbangun dan terjaga.

    Mendarat di Tanah Air, perasaanku bercampur. Ada rasa bahagia karena kembali pulang itu akhirnya tercapai. Namun juga rasa gelisah yang bercampur dengan kecemasan yang luar biasa. Beberapa saat setelah aku bertemu dengan Kakak kandung yang telah menungguku tiba, tangisku pecah. Kali ini bukan karena emosi namun karena rasa sakitku muncul kembali. Beruntungnya kakakku adalah seorang tenaga kesehatan yang bisa dengan tenang membuatku kembali dalam perasaan nyaman.

      ALong short story, perjalanan darat di atas rel harus kembali aku tempuh dalam kurun waktu lebih dari delapan jam di dalam gerbong. Bertahan dengan menahan rasa sakit secara fisik tidak mudah, namun aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri saat itu, jadi sebisa mungkin aku kuatkan.

    Kalaulah bukan karena takdir Tuhan, mungkin perjalananku tidak akan berlanjut hingga hari ini. Delapan hari berlalu, kini aku berada di tanah air. Kampung halaman yang aku rindukan beberapa tahun terakhir, perjuanganku menjadi seorang pengabdi ilmu akan dimulai kembali. Jika beberapa waktu sebelumnya aku yang mencari, kini saatnya aku berbagi. Memberikan apa-apa yang selama ini aku cari. Semoga keberadaanku mampu menebar manfaat bagi siapapun.

No matter where I am in my lives, Allah is always there for me. I wouldn't let my hard work go to waste. I-my self who choose my future. So, let me restartmy daily practice routine now. With love, unconditionally Wildah 🤍


Welcome, new life ✨️

Dau, Landungsari, Malang
Selasa, 22-11-2022
22.27 WIB



Comments

Popular Posts