Skip to main content

Coretanku

Arash Khalefa Haqiqi

 Helloo.. I'm back. Semoga platform ini belum bersarang karena sudah lama ditinggal oleh pemiliknya. Pun berharap pembaca setianya belum pergi menuju antah berantah. Dunia menulis yang sudah sangat kurindukan. Kembali menjadi diriku dengan versi yang sepi dan sendiri. My latest update. Satu bulan dua puluh tiga hari menjadi ibu. Tubuhku benar-benar bukan milikku lagi. Ada sebagian dari aku yang kini menjadi milik manusia kecil yang juga tercipta dari sebagian tubuhku. Menjadi sosok baru yang sedang bertumbuh. Senang dan penuh haru rasanya menjadi sosok ibu baru. Tapi juga rasanya seperti ada kepingan mimpi lainnya yang semakin bias. Seperti sudah menjadi skenario paten di dunia ini bahwa yang datang akan pergi. Yang menetap, membuat yang tadinya ada akan beranjak meninggalkan. Aku kehilangan dunia lamaku, berganti menjadi bahwa dirikulah dunia bagi anakku. Jari-jari kecil yang saat ini sudah mulai belajar meraih dan menggenggam tanganku. Mata kecil yang berbinar menatapku dengan ta...

Ayah, dimana aku bisa mencari pria sepertimu?

Hari itu, untuk pertama kalinya Ayah mengajakku makan di sebuah restoran Jepang. Padahal sebelumnya, jangankan makan di restoran Jepang. Makan di luar rumah saja mungkin hanya terjadi setahun sekali. Itupun jika memang Ayah sedang ada kelebihan rezeki, begitu katanya. Entah, seperti ada perasaan bahagia yang tak terbendung kala itu. Sederhana memang jika dilihat. Ayah bilang aku boleh memesan menu apapun yang aku suka. Karena aku tak tahu apa yang harus aku pesan, maka aku memilih daftar menu yang paling murah. Meskipun Ayah bilang aku boleh memesan apapun yang aku mau, tapi aku masih ada rasa tak enak hati. Apalagi Ayah bilang biar aku saja yang memesan, ia cukup makan bekal makanan yang dibawa dari rumah. Katanya masakan ibu jauh lebih enak dari masakan Jepang yang ia tak pernah makan sebelumnya. Ketika pesanan datang, aku langsung makan dengan lahapnya tanpa memperhatikan Ayah yang ternyata melihatku dengan mata berkaa-kaca. Aku baru menyadari ketika kulihat kotak makanan Ayah belum terbuka. Aku kembali menawarkan apa yang aku makan. Aku hanya bisa tersenyum bahagia memandang Ayah. Untuk pertama kalinya aku  membenarkan pernyataan bahwa Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Sejak detik itu, aku berjanji untuk mencintainya sama seperti aku menciintai Ibuku.

Comments

Popular Posts